Hawa udara disini sentiasa sama. Terik panas yang menggigit dibawa tiupan bayu laut tidak pernah simpati pada kulit. Pulau lubuk ilmu kata bonda, sesuai benar dengan nama mutiara. Begitu hawanya, mentarinya, pantai dan langitnya sejak pertama kali aku bernafas dalam atmosferanya. Masih seperti itu biar kini aku sudah meniti hujung kembara.

Biar kembaraku di sebuah pulau cuma, namun disinilah dermaga ilmu yang aku damba. Bukan semata-mata menghirup secangkir ilmu dari kitab bioslogos dan al-kimiyya untuk menghilangkan dahaga. Malah persinggahan didermaga ini menghidang sedulang santapan ilmu ukhrawi dan kehidupan, bersama pinggan dan piring yang dipenuhi pengalaman, perasaan malah kecintaan. Agar semuanya boleh ku ambil bekal sebelum berlabuh dipantai dewasa.

Disini, setiap fajar yang membelah bertukar dhuha ,menanti tegak mentari siang di atas kepala, aku punya teman setia. Melewati senja yang menutup tirai hari dan membawa malam menutupi alam, aku tidak sendiri. Teman bernama rindu itu, selalu dan sentiasa ada. Menemani aku mengharungi hari-hari kembara. Ia selalu bisikkan kata azimat yang jauh menusuk kesukma lalu menjalar di segenap urat darah hingga aku bangkit bertenaga dalam setiap langkah perjuangan ku. Disaat aku jatuh tersungkur rebah terbaring dibumi, ia temani aku dalam gundah kecewa. Tatkala kaki terasa berat melangkah, ia tiupkan baranya agar cepat-cepat aku menghayun kembali gerak kaki yang terhenti. Ia teman yang tidak pernah berpisah, hingga kembara ini nanti bertemu noktah.

Adakala ia terlalu berat untuk digendong sepanjang kembara. Lalu berjurailah air mata ketika teman bernama rindu itu menghiris-hiris atma. Sebak dalam dada tidak terungkap dengan kata-kata bila teman itu datang bagai ombak yang menggila dalam takungan rasa. Saat sebegini, terasa setiap sendi begitu longlai tidak bermaya, tiada kekuatan untuk berhadapan dengannya yang sedang taufan ditengkujuh jiwa.

Lantas selalu aku pinta pada bulan, terangi mereka yang ku sayang. Pesanku pada awan, sampaikan salam penuh kerinduan. Juga ceritaku pada bintang, aku akan pulang membawa kapal penuh muatan, bukan si tenggang yang lupa daratan dek bahteranya megah dilautan. Namun, andai Izrail yang datang dahulu, tuliskan pada nisanku, inilah kubur insan kerinduan.

Masa depan entah bagaimana, dalam setiap doa selalu meminta moga hidup beroleh teman bernama bahagia. Bukan hanya di atas dunia, malha biar hingga kesyurga.

2 kata kamu:

Diyana said...

akk rindu d ker???hihihi(mood:perasan)

akk,gd luck ea!

akk,abg azhar puji akk dlm blog..

Zakia Setu said...

hehe..di ni...rindu smue la..
dh lame gle x bkk blog abg tu..tau2 jelah..die berkurun2 baru update blog..huhu